Minggu, 01 April 2012

Pengalaman ikut M2IQ PT Sumut

Vini Vidi Vici

Memang ini hanyalah sudah tidak hangat lagi, karena ceritanya sudah terjadi dua minggu yang lalu, tapi meskipun begitu semangat itu masih ada hingga kini. Baiklah saya mulai kisah ini di hari Kamis 9 Feb yang penuh gunda gulana, ketika ada pengumuman akan diselenggerakan ksarya ilmiah, maka saya yang memang sudah mencari kesana kemari info seperti ini tentu saja langsung mengambil ini sebagai jalan dari Allah, maka mulailah saya mendaftarkan diri, dan pada saat seleksi di sekolah saya tanggal 11 Feb, barulah saya mengetahui bahwa itu adalah untuk MTQ tingkat Perguruan Tinggi seluruh Sumatera Utara yang diselenggarakan di Kisaran, tanggal 18 Maret. Maka mulailah saya menabuh genderang perang dan sebulan penuh saya berkutat dengan dunia penulisan karya ilmiah yang berhasil merendahkan kesehatan saya, tapi tak mengapa, namanya juga tekad (i'tiqad), maka apapun tidak akan jadi penghalang.
Maka dimulailah petualangan itu dan saya berangkat tanggal 17 Maret bersama dengan rombongan lainnya mencarter bus Pariwisata dengan supir yang baik hati. Sekitar 6 jam perjalanan, akhirnya kami sampai dan menginap di Hotel yang dekat dengan lokasi lomba dan pas di samping kantor Bupati.
Dalam rombongan itu, kebetulan kami ada 4 geng sekawan (percis pathietic fournya Andrea Hirata), nah salah seorang dari anggota geng kami ini adalah orang Asahan, jadi dia punya banyak teman di Kisaran itu. Mulanya kamipun jalan kaki dan mencari Mesjid, sekalian mau tau di mana sebenarnya arena lombanya. Ternyata mushallanya jauh sekali, dua hari nggak hilang rasa capeknya, tapi yang mengherankan, sebenarnya saking besarnya, tempat ini tidak pantas dibilang mushalla, karena sudah hampir seperti mesjid.

Foto diambil dari arah Mushalla
Keadaan di samping Mushalla
Plang Mushalla

Setelah shalat 'Ashar disana, kami kembali ke Hotel. Di perjalanan, teman kami itu jumpa sama kawannya anak aliyah, terpakasa kami juga mengikuti dia ke pameran HUT Asahan yang kebetulan bersamaan dengan MTQ ini.

Stan Kemenag Asahan
Orang membeli oleh-oleh

Kemudian kami pulang, tak lupa sebagai kenang-kenangan kami berfoto bersama

Pada waktu foto waktu timing, bang Tarmizi mulai jail
ini foto saya dengan bang Mustafa
ini foto saya sendiri
Ini foto kami bertiga

Kemudian malam itu kami istirahat untuk mengumpulkan tenaga guna lomba besok. Untungnya kota itu diguyur hujan, jadi tidurpun tambah nyenyak.


foto di Hotel yang saya ambil dari beranda belakang

Besoknya kami terpaksa harus pertama bertanding, karena waktu kami lama sekali, itupun sudah cukup ringan, hanya 6 Jam, dan minimal 6 halaman. Tapi walaupun demikian tetap berkeringat juga membuatnya, bahkan saking seriusnya, hanya 3 orang kami yang berani mengambil jatah untuk istirahat. Sayangnya, di tempat ini kami tidak boleh mengaktifkan HP, jadi nggak ada fotonya deh.....

Lapangan IAIDU tempat festival nasyid
setelah lomba, foto dulu untuk kenang2an

setelah itu kami pergi ke pameran itu tadi yang tepat berada di depan IAIDU untuk membeli oleh-oleh. Yang saya heran, di sana ada martabak telor, yang tidak ada saya jumpai di Medan?


Lalu kami shalat Maghrib di Mesjid kampus itu, masjid itu terletak di lantai 2, lantai 1 untuk aula, tapi mesjidnya luas sekali dan lapang, jadi diatas sudah sejuk tanpa ada AC.


Akhirnya tibalah pengumuan yang sangat lama sekali baru diumumkan, yaitu jam 11, itupun ditambah lagi dengan verivikasi, akhirnya saya dapat juara harapan 1, padahal ini pengalaman pertama saya, ya, saya lihat, saya datang, dan saya menang






Jumat, 30 Maret 2012

Demonstrasi dalam syari'at Islam

Ketika Umat Islam Harus Berdemonstrasi
Oleh: Muhammad Abduh Nasution
Pemerintah dan rakyat adalah syarat mutlak bagi kelangsungan suatu negara, keduanya harus berjalan serasi dan tidak boleh berjalan satu-satu. Rakyat membutuhkan pemimpin untuk menciptakan ketertiban, bila tidak ada pemimpin maka akan terjadi kekacauan dimana-mana, seperti yang pernah terjadi pada masa setelah revolusi Prancis, di sana tidak ada pemerintah yang berkuasa, hingga akhirnya Napoleon Bonaparte maju menjadi penguasa karena rakyat tidak tahan dengan instabilitas yang terjadi. Namun pemerintahan yang zalim juga akan menimbulkan dampak yang besar, seperti pemberontakan, kudeta, pemogokan, dan aksi dari rakyat lainnya, termasuk demonstrasi. Setiap negara membuat hukum untuk menserasikan rakyat dan pemerintah, dan agama Islam yang sesuai dengan fitrah manusia telah terlebih dahulu melakukannya. Menarik bila melihat bahwa demonstrasi adalah kajian modern, karena demonstrasi merupakan ciri masyarakat modern itu sendiri, sebab di era ini tidak dibenarkan adanya kekerasan dan pemberontakan bersenjata, harus menggunakan jalan tanpa kekerasan (ahimsa) sebagai manusia yang beradab.
Oleh karena itu pembahasan mengenai hal ini tidak akan pernah dijumpai pada kitab karya ulama salaf (mutaqaddimin), sehingga diantara para ulama ada yang mengharamkan demonstrasi karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islami, namun ada juga yang menghalalkannya sebagai jalan untuk menegakkan al-Haq (kebenaran) dan amar makruf.
Manfaat dan sebab demonstrasi.
Dari segi penggunaan bahasa, demonstrasi dapat digunakan untuk banyak hal, seperti contoh dalam bidang ilmiah, seseorang mendemonstrasikan penemuannya. Dalam lapangan ilmu politik, demonstrasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh rakyat terhadap penguasa untuk menunjukkan ketidakpuasan dan ketidaksetujuan, karena pemerintah telah menyengsarakan rakyat. Maka demonstrasi bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan ketidakpuasan agar tuntutan tersebut dapat didengar dan dilaksanakan oleh pihak yang berwenang. Demonstrasi tidak hanya terjadi di negara berkembang saja, negara-negara maju juga mengalaminya dan tidak jarang juga berakhir dengan kerusuhan. Maka demonstrasi tidak menunjukkan tingkat kemiskinan, namun lebih kepada bagaimana protokoler yang ditetapkan suatu negara untuk membuat dinding pembatas antara seorang penguasa dengan rakyatnya, artinya bila dalam suatu negara suara seorang rakyat dapat didengar oleh penguasa tanpa harus melewati birokrasi yang rumit, tentu saja rakyat tidak akan menggelar demonstrasi sebagai solusi atas masalah mereka.
Nabi Muhammad SAW tidak membuat pemisah antara ia dan rakyatnya, akan tetapi beliau membuat aturan rumah tangga Rasul, sehingga tidak boleh seseorang itu memasuki rumah Nabi yang mulia pada sembarang waktu, karena itu tentu mengganggu urusan Nabi Muhammad SAW, demikian pula Istri beliau hanya diperkenankan untuk ditemui di balik hijab untuk menjaga kehormatannya. Sampai pada masa pemerintahan Khulafa` ar-Rasyidin, mereka tidak menetapkan protokoler antara rakyat dan mereka. Walaupun demikian pemerintah tidak mungkin menerima semua aspirasi semua rakyatnya, karena setiap pendapat belum tentu benar, apalagi kebenaran yang berasal dari rasio manusia bersifat relatif, disinilah hendaknya pemerintah perlu mendengarkan aspirasi para ahl az-zikri (QS. Al-Anbiya’ : 7), yakni para cendekiawan bijaksana yang fikirannya tidak diracuni oleh hawa nafsu duniawi, hal ini senada dengan penjelasan oleh Syaikh Muhammad Abduh dalam karyanya Tafsir Suroh al-‘Ashr.
Demonstrasi dan hukumnya dalam agama Islam
Para Ulama memandang masalah demonstrasi ini dari berbagai sisi, hingga akhirnya fatwa mereka tentang demonstrasi ini terbagi dua yang akan kami konfrontir dalam kesempatan ini, yaitu:
Pertama: Sebagian mereka mengharamkan demonstrasi, hal ini karena mereka mengambil dalil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan bersanadkan dari Hisyam bin Urwah dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Setelah masaku kalian akan dipimpin oleh berbagai macam pemimpin. Pemimpin yang baik dan cakap akan memimpin dengan baik dan cakap pula. Sedangkan pemimpin yang buruk akan memimpin kalian dengan buruk dan jahat pula. Dengarkanlah dan taatilah mereka selama kebijakannya sejalan dengan kebenaran. Jika mereka memimpin dengan baik maka kalian akan mendapat ketentraman hidup dan mereka mendapat pahala. Namun jika mereka memimpin dengan buruk, kalian akan mendapatkan pahala (dengan kesabaran kalian) sementara mereka mendapat dosa”, hadits ini sering digunakan oleh kaum Salafi Yamani dalam menyikapi pemerintahan, karena mereka memang beranggapan bahwa setiap umat harus menaati pemerintah zalim sekalipun , padahal hadits ini sangatlah lemah menurut Imam al-Haitsami karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang lemah, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin Urwah . Sejalan dengan hal ini, Prof. Ali Mustafa Ya’qub mengatakan dalam sebuah diskusi bahwa dalam hadits seorang yang ingin mengingatkan penguasa hendaklah menemuinya di tempat sepi dan menyampaikan ketidaksetujuan secara diam-diam, akan tetapi tampaknya hal ini adalah hal yang sangat mustahil dilakukan pada zaman sekarang ini, sebab hadits ini bersifat kondisional dan hanya dapat digunakan pada pemerintahan zaman itu yang tidak menerapkan aturan protokoler yang menghalangi rakyat dari penguasa.
Demikian pula ada ulama yang mengambil dalil dari kisah: ketika ada seorang ulama menegur seorang penguasa yang zalim dengan teguran yang keras, lalu penguasa tersebut menjawab: “Bukankah engkau mengetahui Nabi Musa AS, apakah engkau lebih mulia daripadanya? Dan tentu engkau mengenal Fir’aun, adakah aku lebih zalim daripadanya? Ketahuilah, Nabi Musa menyampaikan dakwahnya kepada Fir’aun dengan cara yang lemah lembut”.
Pada zaman kepemimpinan alm.Gus Dur, sempat diwacanakan agar para ulama NU mengeluarkan fatwa bughat bagi orang yang berusaha untuk menjatuhkan Gus Dur dan mati syahid bagi siapa saja yang terbunuh dalam memerangi golongan bughat ini, karena orang yang menjatuhkan Gus Dur dianggap telah menghina dan melecehkan seorang ulama, namun hal ini tidak terjadi karena mendapat tentangan keras dari para Ulama lainnya yang bersih fikirannya dan jernih hatinya, dan sebenarnya golongan bughot ini kalau tertawan tetap diperlakukan sebagai seorang muslim dan haram darahnya.
Dalam konteks ini, para ulama juga mengambil dalil tentang wajibnya seorang mukmin mentaati Ulil Amri (QS. An-Nisa` : 59) sebagai pedoman bahwa demonstrasi itu dilarang dalam agama Islam, tetapi Abdul Wahab Khallaf menyatakan Ulil Amri yang dimaksud dala ayat tersebut adalah para Ulama, karena kaitan ayat tersebut adalah masalah agama, sedangkan Ulil Amri (pemegang urusan) dalam agama adalah para Ulama, dan ayat ini berbicara tentang sumber hukum Islam yang berasal dari Al-Qur an, Hadits, dan Ijma’.
Kedua: Namun sebagian Ulama yang memandang dari segi kemashlahatan dan kemanfaatan justru membolehkannya karena hal ini tidaklah sama dengan bughat. Apalagi Allah SWT melarang orang yang zalim menjadi pemimpin (QS.At-Taubah : 23) karena mereka adalah orang yang kafir dalam arti luas(QS. Al-An’am : 33), bahkan orang yang cenderung dan membela kezaliman akan dibakar di dalam neraka (QS. Hud : 113).
Hadits Nabi Muhammad SAW menyeru kita agar menyampaikan kebenaran walaupun pahit (qul al-haq wa lau kaana murron), bahkan menyatakan kebenaran kepada penguasa yang salah termasuk ke dalam jihad (afdhol al-jihad kalimatul haq ‘inda sulthanil jaair). Imam Muhammad al-Ghazali menyebutkan bahwa penyebab seorang penguasa dapat diberhentikan secara syari’at yaitu az-zhulm atau kesewenang-wenangan dan ghoiru syaukah, yaitu penguasa tidak mampu untuk menegakkan keadilan, seperti bila ia menderita penyakit kronis. Lebih lanjut beliau menganjurkan agar rakyat ketika menyatakan ketidak puasan terhadap penguasa hendaklah dengan jalan yang tidak menimbulkan pertumpahan darah.
Maka menghukumkan bughat kepada demonstran adalah hal yang kontradiktif, sebab bughat hanya dihukumkan bagi mereka yang menentang kepemimpinan Islami, sedangkan pemerintahan yang ada pada saat sekarang ini adalah hasil demokrasi sekuler yang sebetulnya demokrasi kuno dan telah ada sebelum kedatangan agama Islam, sebab ia memakai asas vox popule vox dei (suara terbanyak rakyat adalah suara tuhan) yang secara tidak langsung sebenarnya menegaskan siapa yang terkuat itulah yang menang, dan JJ Rousseau sendiri selaku penganut paham ini mengaku bahwa hukum alam adalah yang terbaik, karena menurutnya alam (rimba) itu masih bersih dari noda.
Jadi jelaslah bahwa demonstrasi bukanlah hal yang terlarang dalam agama Islam, walaupun para demonstran dan aktivis jangan sekali-kali melupakan akhlaq al-karimah dalam setiap tindakannya, karena kita diperintahkan untuk menyampaikan nasihat itu dengan cara yang baik dan dalam kesabaran (QS. Al-‘Ashr:3), sehingga dalam demonstrasi tetap harus mengedepankan sopan santun dan norma agama serta adat dan budaya, dan jangan melupakan khittah kita sebagai rahmatan lil ‘alamin, karena anarkisme dan terorisme tidak pernah diajarkan oleh agama Islam dan bukan budaya kita, tapi berasal dari Eropa dan digencarkan sewaktu paham komunis ingin mengembangkan kekuasaanya.
Oleh karena itu tidaklah benar kalau rakyat harus sabar, menerima kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah, dan tidak menyampaikan aspirasinya kepada penguasa, padahal Islam datang untuk menghapuskan segala macam bentuk kezaliman di muka bumi ini, dan para Ulama sebagai pewaris para Nabi jangan mau dijadikan alat bagi pemerintah yang zalim untuk membela mereka dan didekati hanya untuk tujuan politis semata, namun sebaliknya hendaklah menjadi pelindung bagi ummat dari kezaliman yang dilakukan oleh penguasa.
Semoga seluruh rakyat Indonesia senantiasa berada dalam hidayah Allah, termasuk juga pemerintahnya supaya mereka mau mendengar aspirasi rakyat yang diwakili oleh suara ulama yang arif dan bijaksana agar negara ini menjadi baldah thayyibah wa rabb ghafur. Aamiin.
-Penulis adalah Dai Muda (Finalis PILDACIL 2 Lativi), dan siswa kelas XI MA Muallimin UNIVA Medan dan aktivis Manaroh al-Ilmi Sumut.

Sabtu, 17 Maret 2012

Essai Solv : Jalanan


Jalanan bukanlah suatu hal yang terkesan baik-baik, sering dianggap sebagai tempat yang keras, sangar, dan berbahaya. Tapi ia adalah kebutuhan utama dalam hidup ini.
Sejak zaman Nabi Adam manusia ditaqdirkan untuk menjadi makhluq yang tidak dapat diam di tempatnya. Bila hendak mencapai suatu kegemilangan, ia harus menempuh perjalanan. Tapi adalah suatu hal yang musykil, sebab arah adalah hal utama dalam mencapai tujuan.
Banyak jalan ke Roma, artinya banyak jalan dan cara yang diciptakan tuhan bagi manusia agar mencapai tujuan. Ada yang dihalalkannya, dan ada yang diharamkannya. Arah dan Tujuan saling melengkapi.

Selasa, 28 Februari 2012

cara internetan cepat

Bingung bagaimana caranya biar internetan cepat? Ya pilihannya anda mengikuti iklan, yang katanya internetannya cepat, apakah benar?
Meski saya masih pemula, dengan pengalaman yang masih cetek, saya ingin berbagi pengalaman kepada anda semua.
Mulanya saya mencoba menyambungkan kabel antena TV ke modem dengan kabel tembaga, lumayan juga hasilnya, sedikit lebih cepat.
Tapi kalau anda mau hasil yang signifikan, anda coba pergi ke halaman luar anda, dan buka tutup kartu sim di modem anda. Cara gila dan murah ini sangat efektif ketimbang anda harus bongkar pasang peralatan lainnya.
Cara lainnya, cek di aplikasi modem Anda, apakah sudah berada dalam jaringan 3G atau belum, kalau belum sialhkan pindai dan bila ditemukan jaringan 3G maka langsung pilih
Silahkan di coba, kalau tidak bisa komentari atau hubungi kami.

Sabtu, 11 Februari 2012

Bahayanya valentine's day

Republik Zina Menunggu Binasa

Oleh Asri Supatmiati, S.Si

Masih gadis sudah tidak perawan? Tak perlu mengernyitkan dahi. Saat ini perempuan belum menikah tapi sudah tidak virgin bukanlah barang langka. Survey terbaru yang dilakukan lembaga internasional DKT bekerja sama dengan Sutra and Fiesta Condoms mengungkap, remaja tak lepas dari seks bebas. Buktinya, 462 responden berusia 15 sampai 25 tahun semua mengaku pernah berhubungan seksual. Semua, 100 persen! Dan, mayoritas mereka melakukannya pertama kali saat usia 19 tahun. Survey dilakukan Mei 2011 di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bali, dan Yogyakarta (Republika.co.id, 12/12/2011).

Selanjutnya, data yang diungkap lebih miris lagi. Yakni, sebanyak 88 persen hubungan seks dilakukan bersama pacar, 9 persen dengan sesama jenis (terutama wanita), dan 8 persen dengan PSK (untuk pria). Umumnya mereka melakukan zina di tempat kos (33 persen), hotel atau motel (28 persen), sementara rumah 24 persen. Lama pacaran mereka sebelum berhubungan seksual, rata-rata satu tahun.

Perzinaan agaknya sudah menjadi gaya hidup sebagian warga berhaluan liberal di Republik ini. Tepatnya, sejak kran liberalisasi di berbagai bidang dibuka, life style ala Barat yang sarat dengan gelagak syahwat turut menjadi penumpang gelap. Dilegalkan tidak, tapi merebak di mana-mana. Pornografi, pornoaksi, pelacuran, permesuman dan hiburan maksiat, begitu dekat, mengulik urat syahwat.

Tak peduli lelaki baru baligh, atau gadis bau kencur, jika saraf-saraf nafsunya sudah diobrak-abrik, apa pun dilakukan. Jika pintu legal pernikahan begitu terjal, zina gratis jadi pelampiasan. Toh suka sama suka, saling menguntungkan, tak ada yang dirugikan. Dan lebih penting, toh tak ketahuan. Boro-boro dikenai rajam atau sekadar dikucilkan, dengan bangga pelaku zina mem-videokan adegan vulgarnya.

Bagaimana dengan memperkosa? Memang terlalu berat risikonya. Kalau zina suka sama suka, tidak ada delik pidananya. Perkosaan hanya dilakukan mereka yang “kebelet” melampiaskan nafsu tapi tak punya pacar, atau tak punya uang untuk membayar pelacur. Juga, yang tak kuat nikah karena biaya administrasinya mahal, atau tak punya calon saking tak lakunya. Dan, di negeri ini, tipe seperti inipun tak kalah banyaknya. Fenomena pemerkosaan di angkutan umum adalah salah satunya. Korbannya sudah banyak berjatuhan, perempuan semakin terancam di luar sana. Kejahatan seksual mengintai setiap detik. Kalau tak diperdaya dengan rayuan gombal, dicaplok para pemerkosa. Duh!

Melarang atau Merangsang?

Omong kosong jika negara melindungi warganya. Yang ada bukannya melarang, malah merangsang mereka untuk menjadi penikmat syahwat. Memblokir situs porno hanya sebatas niat baik. Baru sejenak sudah jebol lagi. Bahkan dipelopori jajaran pejabat sendiri (ingat kasus anggota DPR yang ketahuan mengakses situs porno saat sidang?).

Juga, tidak pernah bersedia menghukum berat para pelaku zina. Bagaimana pelaku zina akan kapok, kalau ketahuan justru dinikahkan? Jangan heran jika kita membaca berita, tiap hari selalu ada episode-episode anyar video-video mesum amatir dengan aktor-aktris muda-mudi yang dimabuk asmara, pelajar kurang ajaran, atau pasangan selingkuh.

Sekali lagi, negara justru menggelontorkan kebijakan yang memperlonggar perzinaan. Media massa, novel, komik, iklan, lukisan, sinetron, film, foto, lagu dan tayangan realty show bertema cabul pun bebas beredar. Tidak akan dibredel sekalipun sudah protes massal oleh masyarakat. Pelacuran, eksploitasi aurat perempuan, dan tempat-tempat hiburan yang menjajakan syahwat, dibiarkan. Tidak akan ditutup asal menyumbang pajak.

Di sisi lain, negara membuat berbagai larangan untuk menyumbat penyaluran syahwat dengan cara-cara legal. Usia pernikahan terus dinaikkan, biaya nikah dimahalkan dan syarat penikahan diperketat. Termasuk, upaya pelarangan poligami sekalipun bagi mereka yang mampu. Mungkin memang inilah yang diharapkan negara liberal ini: industri porno menggeliat, zina dini meningkat, pemerkosaan berlipat, kehamilan di luar nikah tumbuh cepat, aborsi dipersingkat, dan lahirlah generasi-generasi bejat. Persis di Barat, yang kini di ambang kebinasaan. Akankah Republik ini diam saja menunggu saat yang sama?

Menolak Agama?

Fenomena di atas tentu bukan perkara remeh. Muda-mudi calon pemimpin masa depan, sudah sedemikian amoral. Berani menghalalkan zina yang jelas-jelas diharamkan. Anehnya, terhadap persoalan ini, tidak ada -kecuali kalangan Islam– yang menuding sistem hidup sekuler-liberallah yang menjadi akar masalahnya. Padahal sistem inilah yang “mewajibkan” remaja pacaran, hingga merasa tak gaul tanpa berhubungan badan dengan pujaan hatinya.

Sistem inilah yang mengajarkan, bahwa perempuan harus membuka auratnya, mempertontonkan kepada lelaki bukan mahromnya. Sistem inilah yang memandu tumbuh kembang remaja, tanpa didampingi kedua orangtuanya yang sangat sibuk digilas roda perekonomian. Sistem inilah yang memberhalakan materi, uang dan kenikmatan seksual.

Memang, mereka mengharapkan “agama” (baca: Islam) mampu menyelesaikan persoalan ini. Pada saat remaja ketahuan amoral, segera semua pihak berteriak “ini karena kurangnya pendidikan agama” atau “para ulama harusnya lebih berperan membina akhlak remaja” dan para guru dan orangtua harus menanamkan nilai-nilai moral lebih intens pada anak-anaknya.”

Agama dijadikan tong sampah saja, sekadar untuk memperbaiki keadaan yang sudah rusak. Anak nakal dan bandel, dikirim ke pesantren. Image pesantren sebagai pendidikan mulia pun babak belur. Terlebih lagi, pada saat yang sama diopinikan bahwa pesantren adalah “produsen” teroris. Lulusan pesantren, orang-orang mukhlis itu, didakwa membahayakan eksistensi negara. Sementara para pelaku maksiat dianggap pahlawan penyumbang devisa.

Tapi, baiklah, agama (baca: Islam) bersedia memperbaiki keadaan. Bahkan punya sulosi komprehensif untuk menuntaskan segala persoalan. Bukan hanya mengatasi perzinaan, itu terlalu “mudah.” Bahkan mengatasi kemiskinan, kelaparan, ketimpangan sosial, kriminalitas, dll, serahkan saja padanya.

Tapi, mengapa ketika Islam -yang dipeluk mayoritas penduduk negeri ini– mengajukan syariatnya sebagai solusi, dicap mengancam eksistensi negara, radikal, ekstrimis, intoleran, bahkan antipemerintah? Kenapa negara dengan setia menerapkan sekulerisme, padahal sekulerisme itu sendirilah yang melahirkan semua kebobrokan sosial ini? Sebaliknya, kenapa menuduh ideologi Islam, yang belum pernah diberi kesempatan memerintah negeri ini, dengan tuduhan-tuduhan miring? Tampak jelas, siapa yang bermuka dua, antara butuh dan tidak butuh terhadap Islam.

Inilah tanda-tanda akhir zaman. Ketika perzinaan merajalela dan masyarakat menganggapnya biasa. Kalau sudah begini, Republik ini tinggal menunggu kebinasaan. Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Abu Malik al Asy’ari bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan/menganggap halal perzinahan, sutera, minuman keras, dan musik-musik.”(HR. Bukhari)

Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, tidaklah akan binasa umat ini sehingga orang-orang lelaki menerkam wanita di tengah jalan (dan menyetubuhinya) dan di antara mereka yang terbaik pada waktu itu berkata, “alangkah baiknya kalau saya sembunyikan wanita ini di balik dinding ini.” (HR. Abu Ya’la. Al Haitsami berkata, “perawi-perawinya shahih.” Lihat Majmu’ Zawaid: 7/331)(*) http://hizbut-tahrir.or.id/2012/02/10/republik-zina-menunggu-binasa/