Tampilkan postingan dengan label Fiqh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqh. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Mei 2013

Hukum Wanita Haidh Membaca dan Menyentuh Al-Qur an

Tanya:
Assalamu'alaikum wr.wb
sya mw brtnya 
sbnr ny bagi wanita yg mamnu'(Haid) blh tdk memegang Al-Qur'an wlw pn it brtafsir?




Jawab:


Wa'alaykumussalamu warohmatulLahi wabarokatuHu!
Sdri yang dimuliakan Allah dengan agama yang mulia ini, terkait pertanyaan ttg wanita haid, insya Allah saya akan menjawab sesuai dengan apa yang saya fahami:


1. Bahwa MENYENTUH mushaf Al-Quran terlarang bagi setiap yang berHADATS (baik kecil maupun besar). Dalilnya adalah hadits Nabi Muhammad dari sanad Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm yang diriwayatkan oleh Imam Nasai, Daruquthni, dan Ats-ram. 
Namun pendapat lain mengatakan bahwa TIDAK WAJIB bersuci dalam hal menyentuh mushaf Al-Quran, alasannya karena ayat Qur an yang berbunyi "Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang yang bersuci" (Al-Waqi'ah : 79) tunjukannya kepada Malaikat, bukan kepada umat Islam.
Namun saya lebih cenderung kepada memegang Al-Qur an dengan wudhu' untuk menghormati Kalam Allah dan membedakannya dari kitab biasa. Tetapi jika dalam kondisi darurat, umpamanya kita hendak menyelamatkan Al-Qur an yang hanyut, boleh dilakukan tanpa wudhu bahkan dalam kondisi hadats besar sekalipun.


2. Bagaimana wanita haid yang membaca Al-Qur an namun tidak menyentuhnya? umpamanya ia mendengar lantunan ayat suci dari kaset atau mp3 dan dia mengikuti lantunan ayat tersebut?
Saya pernah baca beberapa fatwa Ulama yang dimuat dalam berbagai koran. Menurut mereka, wanita haidh hanya boleh membaca ayat Al-Quran yang merupakan doa dan amalan sehari-hari.
Awalnya saya bertaqlid dengan faham ini. Bahkan saya sangat heran ketika ada guru saya yang meynuruh siswinya (dalam keadaan haidh) untuk membaca Al-Quran namun tidak menyentuhnya.
Sampai saya membaca pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan wanita haidh untuk membaca Al-Qur an tanpa menyentuh mushaf.
Pendapat Imam Abu hanifah ini lebih mendekati kepada syari'at, sebab belum ada dalil shahih yang melarang wanita haidh membaca Al-Quran. Kecuali hanya qiyas saja bahwa wanita haidh disamakan dengan pria yang junub. Padahal waktu haidh lebih panjang daripada waktu junub. Jika seorang wanita haidh terlarang membaca Al-Quran, tentu akan mengurangi kesempatannya untuk membaca Al-quran dan mengurangi pahalanya serta menghalanginya untuk mempelajari Al-Quran. Jika seseorang tidak mempelajari Al-Quran, darimana ia bisa belajar agama?
Jadi kesimpulannya : Wanita Haidh boleh membaca Al-Quran dengan tidak menyentuh mushaf.


3. Apakah yang dimaksdud dengan Al-Qur an itu?
Syaikh Muhammad Abduh, salah seorang Ulama penegak sunnah bermadzhab Syaifi'i mengatakan:
Al-Quran ialah bacaan yang telah tertulis dalam mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat Islam.
Sedangkan Abdul Wahab Kallaf dalam "Ilm Ushul al-Fiqh" mengatakan bahwa terjemah dan tafsir BUKAN merupakan mushaf Al-Quran, karena Al-Quran adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir (berarti harus berbahasa Arab dan sesuai dengan apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad)
Kesimpulan:
1. Yang termasuk Al-Qur an
- Mushaf Al-Qur an itu sendiri
- Al-Qur an dan terjemahan.
- Lembaran Al-Qur an, umpamanya ada yang sobek selembar maka itupun adalah Al-Qur an
- Alat yang semua isinya adalah Al-Qur an. Contohnya bila ada Laptop/Handphone yang semua isinya adalah Al- Quran, maka itu adalah Al-Quran
- Buku tulis yang semua isinya adalah Al-Qur an mencakup dari Suroh Al-Fatihah sampai suroh An-Nas
2. Yang tidak termasuk Al-Quran:
- Tafsir Al-Quran. Karena para sahabat sudah menafsirkan Quran namun tak satupun yang menyatakan bahwa tafsir itu adalah Al-Qur an
- Terjemah Al-Qur an saja, tidak ada ayat Al-Qur an dalam bahasa Arab disana
- Satu juz Al-Qur an saja, umpamanya juz 1 saja, atau satu suroh saja.
- Handphone/Laptop yang punya software Al-Quran namun dalam komputer tsb terdapat file lain

Wallohu A'lam wa Hadana ila shirothil mustaqim innahul musta'an


* Pertanyaan ini berasal dari grup FB dan telah saya jawab juga di grup tsb


~(*Muhammad Abduh Nasution*)~

Jumat, 06 April 2012

Hukum menyebut lauk di jejaring sosial facebook

Walaupun kelihatannya sepele, tapi hal ini tidak terlepas dari syariat Islam. Memang tampaknya hal ini masih dalam ranah saling beramah tamah, tapi agama Islam tetap mempunyai aturan yang tetap memanusiakan manusia sebagai manusia. Dalam hal mengatur tentang hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
“Hai Aba Dzarr, apabila engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya dan bertenggang rasalah kepada tetanggamu” (H.R. Muslim)

Dalam Hadits lain juga dari Abi Dzarr, beliau bersabda:
“Apabila engkau memasak, maka perbanyaklah kuahnya lalu pikirkanlah pula keluarga dan tetangga anda, niscaya engkau bersikap baik kepada mereka” (H.R. Muslim)

Dan beliau juga merincikan sebagai berikut:
Tahukah kamu apa yang menjadi hak tetangga? Bila tetangga minta tolong, tolonglah dia. Bila ia ingin hutang kepadamu, hutangilah ia. Bila ia memperoleh sesuatu yang menggembirakan, ucapkanlah selamat kepada nya. Bila ia meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya. Janganlah kamu mendirikan bangunan yang tinggi yang menutupi udara tetangga itu, kecuali kalau sudah mendapat izin. Bila kamu membeli buah-buahan, hadiahkanlah sebagian kepadanya, bila tidak, masukkanlah ke rumah pelan-pelan dan jangan sampai anak-anakmu membawa keluar buah-buahan itu supaya jangan membikin jengkel anak tetanggamu itu. Janganlah kamu sakiti hati tetangga dengan bau masakan dapur, kecuali kalau kamu berikan sebagian kepadanya. Tahukah kamu, apa yang menjadi hak tetangga? Demi zat yang menguasai jiwaku tidak akan bisa menyadari hak tetangga kecuali orang yang dirahmati Allah”.

Jadi hendaklah kita berkata yang baik-baik, kalu tidak maka diamlah (al-Hadits)


Jumat, 30 Maret 2012

Demonstrasi dalam syari'at Islam

Ketika Umat Islam Harus Berdemonstrasi
Oleh: Muhammad Abduh Nasution
Pemerintah dan rakyat adalah syarat mutlak bagi kelangsungan suatu negara, keduanya harus berjalan serasi dan tidak boleh berjalan satu-satu. Rakyat membutuhkan pemimpin untuk menciptakan ketertiban, bila tidak ada pemimpin maka akan terjadi kekacauan dimana-mana, seperti yang pernah terjadi pada masa setelah revolusi Prancis, di sana tidak ada pemerintah yang berkuasa, hingga akhirnya Napoleon Bonaparte maju menjadi penguasa karena rakyat tidak tahan dengan instabilitas yang terjadi. Namun pemerintahan yang zalim juga akan menimbulkan dampak yang besar, seperti pemberontakan, kudeta, pemogokan, dan aksi dari rakyat lainnya, termasuk demonstrasi. Setiap negara membuat hukum untuk menserasikan rakyat dan pemerintah, dan agama Islam yang sesuai dengan fitrah manusia telah terlebih dahulu melakukannya. Menarik bila melihat bahwa demonstrasi adalah kajian modern, karena demonstrasi merupakan ciri masyarakat modern itu sendiri, sebab di era ini tidak dibenarkan adanya kekerasan dan pemberontakan bersenjata, harus menggunakan jalan tanpa kekerasan (ahimsa) sebagai manusia yang beradab.
Oleh karena itu pembahasan mengenai hal ini tidak akan pernah dijumpai pada kitab karya ulama salaf (mutaqaddimin), sehingga diantara para ulama ada yang mengharamkan demonstrasi karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islami, namun ada juga yang menghalalkannya sebagai jalan untuk menegakkan al-Haq (kebenaran) dan amar makruf.
Manfaat dan sebab demonstrasi.
Dari segi penggunaan bahasa, demonstrasi dapat digunakan untuk banyak hal, seperti contoh dalam bidang ilmiah, seseorang mendemonstrasikan penemuannya. Dalam lapangan ilmu politik, demonstrasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh rakyat terhadap penguasa untuk menunjukkan ketidakpuasan dan ketidaksetujuan, karena pemerintah telah menyengsarakan rakyat. Maka demonstrasi bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan ketidakpuasan agar tuntutan tersebut dapat didengar dan dilaksanakan oleh pihak yang berwenang. Demonstrasi tidak hanya terjadi di negara berkembang saja, negara-negara maju juga mengalaminya dan tidak jarang juga berakhir dengan kerusuhan. Maka demonstrasi tidak menunjukkan tingkat kemiskinan, namun lebih kepada bagaimana protokoler yang ditetapkan suatu negara untuk membuat dinding pembatas antara seorang penguasa dengan rakyatnya, artinya bila dalam suatu negara suara seorang rakyat dapat didengar oleh penguasa tanpa harus melewati birokrasi yang rumit, tentu saja rakyat tidak akan menggelar demonstrasi sebagai solusi atas masalah mereka.
Nabi Muhammad SAW tidak membuat pemisah antara ia dan rakyatnya, akan tetapi beliau membuat aturan rumah tangga Rasul, sehingga tidak boleh seseorang itu memasuki rumah Nabi yang mulia pada sembarang waktu, karena itu tentu mengganggu urusan Nabi Muhammad SAW, demikian pula Istri beliau hanya diperkenankan untuk ditemui di balik hijab untuk menjaga kehormatannya. Sampai pada masa pemerintahan Khulafa` ar-Rasyidin, mereka tidak menetapkan protokoler antara rakyat dan mereka. Walaupun demikian pemerintah tidak mungkin menerima semua aspirasi semua rakyatnya, karena setiap pendapat belum tentu benar, apalagi kebenaran yang berasal dari rasio manusia bersifat relatif, disinilah hendaknya pemerintah perlu mendengarkan aspirasi para ahl az-zikri (QS. Al-Anbiya’ : 7), yakni para cendekiawan bijaksana yang fikirannya tidak diracuni oleh hawa nafsu duniawi, hal ini senada dengan penjelasan oleh Syaikh Muhammad Abduh dalam karyanya Tafsir Suroh al-‘Ashr.
Demonstrasi dan hukumnya dalam agama Islam
Para Ulama memandang masalah demonstrasi ini dari berbagai sisi, hingga akhirnya fatwa mereka tentang demonstrasi ini terbagi dua yang akan kami konfrontir dalam kesempatan ini, yaitu:
Pertama: Sebagian mereka mengharamkan demonstrasi, hal ini karena mereka mengambil dalil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan bersanadkan dari Hisyam bin Urwah dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Setelah masaku kalian akan dipimpin oleh berbagai macam pemimpin. Pemimpin yang baik dan cakap akan memimpin dengan baik dan cakap pula. Sedangkan pemimpin yang buruk akan memimpin kalian dengan buruk dan jahat pula. Dengarkanlah dan taatilah mereka selama kebijakannya sejalan dengan kebenaran. Jika mereka memimpin dengan baik maka kalian akan mendapat ketentraman hidup dan mereka mendapat pahala. Namun jika mereka memimpin dengan buruk, kalian akan mendapatkan pahala (dengan kesabaran kalian) sementara mereka mendapat dosa”, hadits ini sering digunakan oleh kaum Salafi Yamani dalam menyikapi pemerintahan, karena mereka memang beranggapan bahwa setiap umat harus menaati pemerintah zalim sekalipun , padahal hadits ini sangatlah lemah menurut Imam al-Haitsami karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang lemah, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin Urwah . Sejalan dengan hal ini, Prof. Ali Mustafa Ya’qub mengatakan dalam sebuah diskusi bahwa dalam hadits seorang yang ingin mengingatkan penguasa hendaklah menemuinya di tempat sepi dan menyampaikan ketidaksetujuan secara diam-diam, akan tetapi tampaknya hal ini adalah hal yang sangat mustahil dilakukan pada zaman sekarang ini, sebab hadits ini bersifat kondisional dan hanya dapat digunakan pada pemerintahan zaman itu yang tidak menerapkan aturan protokoler yang menghalangi rakyat dari penguasa.
Demikian pula ada ulama yang mengambil dalil dari kisah: ketika ada seorang ulama menegur seorang penguasa yang zalim dengan teguran yang keras, lalu penguasa tersebut menjawab: “Bukankah engkau mengetahui Nabi Musa AS, apakah engkau lebih mulia daripadanya? Dan tentu engkau mengenal Fir’aun, adakah aku lebih zalim daripadanya? Ketahuilah, Nabi Musa menyampaikan dakwahnya kepada Fir’aun dengan cara yang lemah lembut”.
Pada zaman kepemimpinan alm.Gus Dur, sempat diwacanakan agar para ulama NU mengeluarkan fatwa bughat bagi orang yang berusaha untuk menjatuhkan Gus Dur dan mati syahid bagi siapa saja yang terbunuh dalam memerangi golongan bughat ini, karena orang yang menjatuhkan Gus Dur dianggap telah menghina dan melecehkan seorang ulama, namun hal ini tidak terjadi karena mendapat tentangan keras dari para Ulama lainnya yang bersih fikirannya dan jernih hatinya, dan sebenarnya golongan bughot ini kalau tertawan tetap diperlakukan sebagai seorang muslim dan haram darahnya.
Dalam konteks ini, para ulama juga mengambil dalil tentang wajibnya seorang mukmin mentaati Ulil Amri (QS. An-Nisa` : 59) sebagai pedoman bahwa demonstrasi itu dilarang dalam agama Islam, tetapi Abdul Wahab Khallaf menyatakan Ulil Amri yang dimaksud dala ayat tersebut adalah para Ulama, karena kaitan ayat tersebut adalah masalah agama, sedangkan Ulil Amri (pemegang urusan) dalam agama adalah para Ulama, dan ayat ini berbicara tentang sumber hukum Islam yang berasal dari Al-Qur an, Hadits, dan Ijma’.
Kedua: Namun sebagian Ulama yang memandang dari segi kemashlahatan dan kemanfaatan justru membolehkannya karena hal ini tidaklah sama dengan bughat. Apalagi Allah SWT melarang orang yang zalim menjadi pemimpin (QS.At-Taubah : 23) karena mereka adalah orang yang kafir dalam arti luas(QS. Al-An’am : 33), bahkan orang yang cenderung dan membela kezaliman akan dibakar di dalam neraka (QS. Hud : 113).
Hadits Nabi Muhammad SAW menyeru kita agar menyampaikan kebenaran walaupun pahit (qul al-haq wa lau kaana murron), bahkan menyatakan kebenaran kepada penguasa yang salah termasuk ke dalam jihad (afdhol al-jihad kalimatul haq ‘inda sulthanil jaair). Imam Muhammad al-Ghazali menyebutkan bahwa penyebab seorang penguasa dapat diberhentikan secara syari’at yaitu az-zhulm atau kesewenang-wenangan dan ghoiru syaukah, yaitu penguasa tidak mampu untuk menegakkan keadilan, seperti bila ia menderita penyakit kronis. Lebih lanjut beliau menganjurkan agar rakyat ketika menyatakan ketidak puasan terhadap penguasa hendaklah dengan jalan yang tidak menimbulkan pertumpahan darah.
Maka menghukumkan bughat kepada demonstran adalah hal yang kontradiktif, sebab bughat hanya dihukumkan bagi mereka yang menentang kepemimpinan Islami, sedangkan pemerintahan yang ada pada saat sekarang ini adalah hasil demokrasi sekuler yang sebetulnya demokrasi kuno dan telah ada sebelum kedatangan agama Islam, sebab ia memakai asas vox popule vox dei (suara terbanyak rakyat adalah suara tuhan) yang secara tidak langsung sebenarnya menegaskan siapa yang terkuat itulah yang menang, dan JJ Rousseau sendiri selaku penganut paham ini mengaku bahwa hukum alam adalah yang terbaik, karena menurutnya alam (rimba) itu masih bersih dari noda.
Jadi jelaslah bahwa demonstrasi bukanlah hal yang terlarang dalam agama Islam, walaupun para demonstran dan aktivis jangan sekali-kali melupakan akhlaq al-karimah dalam setiap tindakannya, karena kita diperintahkan untuk menyampaikan nasihat itu dengan cara yang baik dan dalam kesabaran (QS. Al-‘Ashr:3), sehingga dalam demonstrasi tetap harus mengedepankan sopan santun dan norma agama serta adat dan budaya, dan jangan melupakan khittah kita sebagai rahmatan lil ‘alamin, karena anarkisme dan terorisme tidak pernah diajarkan oleh agama Islam dan bukan budaya kita, tapi berasal dari Eropa dan digencarkan sewaktu paham komunis ingin mengembangkan kekuasaanya.
Oleh karena itu tidaklah benar kalau rakyat harus sabar, menerima kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah, dan tidak menyampaikan aspirasinya kepada penguasa, padahal Islam datang untuk menghapuskan segala macam bentuk kezaliman di muka bumi ini, dan para Ulama sebagai pewaris para Nabi jangan mau dijadikan alat bagi pemerintah yang zalim untuk membela mereka dan didekati hanya untuk tujuan politis semata, namun sebaliknya hendaklah menjadi pelindung bagi ummat dari kezaliman yang dilakukan oleh penguasa.
Semoga seluruh rakyat Indonesia senantiasa berada dalam hidayah Allah, termasuk juga pemerintahnya supaya mereka mau mendengar aspirasi rakyat yang diwakili oleh suara ulama yang arif dan bijaksana agar negara ini menjadi baldah thayyibah wa rabb ghafur. Aamiin.
-Penulis adalah Dai Muda (Finalis PILDACIL 2 Lativi), dan siswa kelas XI MA Muallimin UNIVA Medan dan aktivis Manaroh al-Ilmi Sumut.

Minggu, 11 September 2011

Perbedaan Idil Fitri 1432 2011

Tahun ini umat Islam disuguhkan dengan tayangan yang menyedihkan, yaitu seperti terjadi ketidak kompakan umat. Dalam pengamatan saya, ada kesan bahwa keputusan Idul Fitri tersebut tidak arif dan bijaksana. Pertama, Indonesia seakan terasing karena untuk wilayah Asia hanya Indonesia sendiri yang berpuasa selama 30 hari. Kedua, seakan-akan puasa selama 29 hari itu adalah perbuatan yang haram. Ketiga, seolah-olah pemerintah tidak akan pernah punya solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini, karena penyatuan yakni pemaksaan pendapat hanya akan memperparah konflik. Keempat, tidak terjadinya konflik di masyarakat adalah hal yang sangat disyukuri, namun patut diwaspadai bila ternyata umat Islam tidak lagi mau tahu dengan agamanya, hal ini terlihat dengan mulai beraninya orang Islam yang tidak berpuasa namun mempertontonkannya ke khalayak umat yang berpuasa, sehingga bagi mereka hari raya bukanlah soal hukum syariat, namun hanya untuk berpesta pora saja.
Suatu laporan yang mengejutkan dari eramuslim.com bahwa ada konpirasi di balik ini semua, yaitu para ahli astronomi yang ternyata bayaran Israel membatalkan hasil rukyat karena hilal yang terlihat kata mereka adalah planet Venus. Tentu sangat menyedihkan bila para ulama kita tidak lagi mempunyai hati yang jernih sehingga tidak akan terpengaruh dengan politik.
Sebenarnya, dalam hadits yang sahih Rosul pernah bersabda:
"Bulan Ramadhan itu 29 hari, maka apabila pada hari itu hilal tertutup awan, maka kira-kirakanlah bukan itu."
Artinya yang menjadi patokan bulan syawal itu adalah bulan, bukan awan. Lagipula, menggenapkan 30 hari adalah solusi terakhir, bukan solusi utama, dan hilalpun telah dapat dilihat bahkan di Indonesia.
Metode Imkanir Rukyat secara bahasa berarti kemungkinan dapat dilihat (imkan=mungkin, rukyat=lihat), pada zaman sekarang ini, karena atmosfir telah terpolusi, maka lama kelamaan derajat kemungkinan bulan akan terlihat akan semakin tinggi, bisa jadi hanya karena polusi kita tidak bisa berhari raya padahal bulan telah ada (wujudul hilal), hal ini menyebabkan di Malaysia 30 lokasi rukyat mampu melihat bulan, karena mereka punya alat yang mampu melihat bulan hingga 0,5 derajat, dan hal ini harusnya ada di Indonesia sebagaimana kata K.H Ma'ruf Amin. Dalam perhitungan hisab tanggal 29 yang lalu bukan berada pada 2,1 dan ijtimak terjadi jam 10.04 di Medan (laporan BMKG), sementara di Mekkah ijtimak terjadi lebih awal pada jam 06.04 Wallahu a'lam.

Minggu, 04 September 2011

Hukum anak-anak sholat di shaf paling depan

Waktu itu saya masih SD, sebagai seorang anak yang muslim, menjalankan perintah agama, maka saya usahakan untuk memenuhi seruan Allah yakni sholat berjamaah di mesjid. Karena letaknya yang dekat dan saya juga datang lebih cepat dari yang lain, maka saya mengambil tempat di shaf yang paling depan yang memang kosong lalu kemudian sholat tahiyyat masjid. Ketika shalat berjamaah akan ditunaikan, datanglah seorang yang sedang khuruj (musafir) dari belakang (terlambat) lantas kemudian mengusir saya dari shaf yang paling depan dengan alasan saya masih anak-anak. Di mesjid-mesjid sering kita jumpai fenomena seperti ini. Lalu bagaimana hukum sebenarnya? Merujuk dari hadits:
kaa-na ro-suu-lu llo-hi sho-lla llo-hu 'a-la-y-hi wa sa-lla-ma ya-j-'a-lu r-ri-jaa-la qi-daa-ma l-gi-l-ma-ni, wa -l-gi-l-ma-na kho-l-fa-hu-m wa n-ni-sa-a kho-l-fa l-gi-l-ma-ni
(H.R Ahmad dan Abu Daud)
"Adalah Rasulullah SAW menjadikan pria di depan anak-anak, dan anak-anak di belakang mereka, dan wanita di belakang anak-anak"
Padahal ada hadits nabi yang berbunyi:
laa yu-qii-mu r-ro-ju-lu r-ro-ju-la mi-n ma-q-'a-di-hi tsu-mma ya-j-li-su fii-hi wa la-kin ta-fa-ssa-huu wa ta-wa-ssa-'uu
(HR Bukhori Muslim)
"Janganlah seseorang membangunkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menduduki tempat duduk tersebut. Akan tetapi bergeserlah dan berikan tempat kepada orang lain"
Maka dalam Islam dikenal istilah mumayyiz, yaitu orang yang belum baligh namun sah mengerjakan hukum agama, terkecuali beberapa hal, seperti haji.

Minggu, 21 Agustus 2011

Zakat Fitrah

Ibadah Zakat termasuk dalam rukun Islam, sehingga ibadah ini sangat penting sekali untuk dilaksanakan oleh insan yang mengaku beragama Islam. Untungnya mengenai zakat ini umat muslimin telah dipermudah dengan banyaknya lembaga Amil Zakat yang dikelola secara profesional dan diakui oleh negara. Sebenarnya manfaat zakat sangat besar sekali, baik secara spiritual maupun sosial. Secara spiritual, harta yang kita dapat kita ragukan kehalalannya 100% mungkin ada kesilapan sehingga bisa tercampur dengan hal yang haram, maka zakat yang memang secara bahasa artinya suci akan menyucikan harta kita, ingat yang berguna dari harta bukan hanya banyaknya, tapi juga berkahnya, yaitu dengan zakat. Meski demikian, ada juga kelalaian dalam Ibadah Zakat ini, seperti zakat fitrah. Harus kita bedakan zakat fitrah dengan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan atas setiap orang Islam, merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan, kecil atau dewasa, yang mempunyai kelebihan harta daripada keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya baik manusia ataupun hewan pada malam hari raya dan siang harinya untuk mengeluarkan zakat hanya sebesar 3,1 liter (2,7 kg) makanan pokok atau 3,8 kg uang seharga makanan pokok itu untuk menyucikan jiwa selama setahun dibayar waktu ramadhan sampai sebelum idul fitri. Sehingga bisa jadi ada orang yang telah banyak menerima zakat sehingga kebutuhan berlebih pada hari raya itu dan ia sebenarnya wajib zakat. Lalu siapakah yang berhak menerima zakat fitrah? Yang berhak hanya dua golongan, yaitu fakir dan miskin, yaitu orang tidak cukup kebutuhan pokoknya. Sehingga tidak ada pameo 'kalau tidak memberi, ya menerima' , maksud ungkapan ini adalah bila tidak mampu membayar zakat fitrah, maka jelaslah ia hanya menerima saja, karena memang zakat fitrah ini adalah zakat jiwa. Harta yang dimaksud disini adalah harta yang tidak perlu kepadanya sehari-hari, sehingga rumah, buku, perkarkasnya tidak wajib dizakatkan. Wallahu a'lam