Mengkritisi Wirid Yasin, Tahlilan,
Tahktiman.
Oleh : Muhammad Abduh Nasution
Istilah tua dan muda kerap kali mewarnai
pembahasan ini, sebab mereka yang tua adalah kelompok yang pro, sedangkan yang
muda adalah kelompok yang kontra, padahal pemberian istilah ini hanyalah suatu
upaya untuk memecah belah umat Islam, karena mereka yang dikatakan kelompok tua
tentu karena merasa dirinya tua maka ia akan menjaga wibawa tradisi nenek
moyang dan menganggap yang muda tak lebih dari anak kemaren yang belum
merasakan asam garam hidup, dan sebaliknya mereka yang dicap muda akan serta
merta menganggap bahwa kelompok tua itu hanyalah komplotan orang-orang kuno,
kolot, dan keras kepala, dan terbukti istilah yang dibuat oleh orang diluar
Islam ini mampu memecah belah umat Islam. Padahal nyatanya tidak demikian, yang
namanya kebenaran tidak memandang dari segi usia, karena Allah SWT tidak pernah
menjamin usia seseorang itu menjadi pegangan untuk mencapai kebenaran. Demikiankah
dalam sejarah banyak kita lihat para pemuda menjadi tonggak kebenaran, dan
banyak pula sepuh yang menjadi biang kesesatan, demikian pula sebaliknya.
Akan tetapi walau bagaimanapun juga, yang
namanya kebenaran itu harus disampaikan, karena itu adalah tugas seorang
muslim. Maka akan timbul pertanyaan, apakah tulkisan ini bermaksud hendak
menyalahkan wirid Yasin? Anda keliru bila beranggapan demikian, karena kami
bermaksud untuk mengkritisi kenyataan yang berlaku di masyarakat. Wirid Yasin,
bukanlah hal yang haram, karena ia adalah ibadah membaca Al-Qur an, demikian
pula dengan tahlilan, yang merupakan pembacaan kalimat laa ila ha illa Allah,
pun demikian adanya dengan takhtim yang merupakan pembacaan zikir dan doa yang
mempunyai fadhilah dalam Islam, dan ksemua rangkaian ini adalah sarana untuk
mempererat tali silaturrahmi, yamg merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam
agama Islam. Namun terjadi beberapa kejanggalan dan penyimapangan, antara lain:
1. Membaca beramai-ramai. Dalam dalil naqli yang saya jumpai, belum pernah ada
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menyerukan untuk membaca surah Yasin secara
beramai-ramai atau bersam-sama. Hal yang paling mungkin bahwa para Ulama zaman
dahulu dalam mengajarkan agama Islam bisa jadi menggunakan cara ini. Namun dalam
perkembangannya, banyak orang yang berwirid bukan untuk belajar, melainkan
untuk niat lainnya. Apalagi setelah Yasin pada zaman sekarang ini menggunakan
transliterasi Arab, sehingga orang bukannya membaca surah Yasin, melainkan
membaca transliterasinya dalam tulisan latin. Akibatnya terjadilah kesalahan
baca pada surah Yasin itu yang tidak menutup kemungkinan akan merubah maknanya
jauh dari makna aslinya. Maka dari itulah banyak Ulama yang mengharamkan
membaca Al-Qur an menggunakan transliterai ini, karena akan mengubah maknanya,
kecuali bagi mereka yang masih belajar, itupun jangan sampai terlena sehingga
tidak mampu menguasai huruf Al-Qur an.
2. Tahlilan. Dalam hal ini menurut sejarah bahwa asal muasal tahlilan itu dibaca
kuat-kuat dan beramai-ramai, adalah orang-orang di Betawi pada waktu penjajahan
Belanda sudah tidak mempunyai daya lagi untuk berjihad melawan mereka ini,
sehingga orang-orang Betawi tersebut melakukan tahlilan sebagai upaya terakhir
dalam Jihad melawan mereka ini. Namun pada akhirnya terjadi juga penyimpangan,
yaitu membaca tahlilan sekencang-kencangnya sampai lafaz laa ilaha illa Allah
menjadi amburadul, bahkan ada yang namanya ratib saman, sampai-sampoai pembaca
tahlil ini keserupan tak sadarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa ini adalah
upaya setan dalam menukar lafaz Allah.
3. Takhtim. Di dalam takhtim ini juga terjadi kejanggalan, sebab adanya sambung
menyambung ayat, mungkin saja pada zaman dahulu para Ulam sengaja membuat system
ini agar orang cepat menghafal Al-Qur an, maka di zaman sekarang ini tidak ada
salahnya bila dibuat pula Surah Al-Baqarah dalam bentuk takhtiman ini, sehingga
akan banyak tercetak para penghafal Qur an, agar bangsa ini menjadi Negara yang
berkah. Aamiiin.
Di kota medan khususnya disetiap linkungan pasti mempunyai kelompok perwiritan, dari situ banyak sisi positif hanya saja bacaannya harus banar dan intinya saya setuju dengan apa yang dikemukakan oleh penulis
BalasHapusAssalamu'alaikum Warahmatullah...
BalasHapusAne sependapat, sikon di setiap daerah belakangan ini mungkin sama saja menurut pandangan saya, krna di tinjau dari sisi ekonomi penduduk Indonesia. ada yg kaya - pas-pasan - juga miskin,... wal hasil di mesjid pun punya banyak warna dalam penerapan ilmu Islam, ada yg Sarjana - yg berguru otodidak - ada yg berguru dari buku yg dibelinya - ada juga ilmu itu cuman sampai pada lulusnya pengajian dan ada yg jarang sekali hadir di mesjid karna malu kurangnya ilmu yg didapatinya...
apapun yang terjadi dilapangan tatkala kejanggalan itu ada,, itulah tugas utama Imam Masjid, Orang-orang yang telah mengetahui kebenaran. untuk memberikan ceramah Agama, untuk memberitahukan kebenaran Islam, walaupun tidak ada amplopnya ^_^
Semoga Allah meluruskan jalan Islam kita semua, sehingga kita tidak ada keraguan dalam bertindak menegakkan amar ma'ruf nahi munkar yang santun terhadap sesama muslim.... amiin
wassalam
setuju dengan penulis
BalasHapus